Trigana: Pesawat Jatuh karena Alam dan Cuaca Tak Menentu

 Trigana Air Service membantah jatuhnya pesawat mereka di Distrik Okbape, Pegunungan Bintang, Papua, Minggu (16/8), terjadi karena kelalaian atau pelanggaran manajemen penerbangan.

Direktur Operasi Trigana Air, Beni Sumaryanto, menyatakan kecelakaan disebabkan oleh kondisi geografis Papua yang khas. “Kecelakaan kemarin terjadi karena area operasi (wilayah terbang) di pedalaman yang cuacanya berubah-ubah, serta terdiri dari pegunungan,” kata dia kepada CNN Indonesia, Selasa (18/8).

Kondisi cuaca di Pegunungan Bintang pun, ujar Beni, amat mudah berubah dan mempengaruhi jaringan komunikasi antara penerbang dengan bandara.

“Kami minim alat bantu navigasi komunikasi di Papua sehingga jangkauan komunikasi terbatas. Makanya kami selalu mengecek kondisi pilot dan pesawat sebelum penerbangan dilakukan," kata Beni.


Menurut Beni, pilot Trigana telah melalui proses pelatihan dan memenuhi syarat jam terbang. Ia menjamin para pilotnya menguasai medan penerbangan yang mereka lalui. (Baca juga: Trigana Berduka, Kapten Hasanuddin Sosok Pilot Panutan)

Menanggapi isu kondisi pesawat yang tidak layak terbang, Beni menyatakan maskapainya telah menaati peraturan yang ditetapkan Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

"Pesawat kami tidak ada masalah. Rata-rata berusia 15 tahun, sementara yang ditetapkan saat ini maksimal 25 tahun," ujar Beni.

Beni mengatakan usia pesawat tidak mempengaruhi terjadinya kecelakaan. Ia mencontohkan, kecelakaan yang terjadi pada pesawat AirAsia akhir 2014 dan Airbus 330 di Brazil tahun 2009 menimpa pesawat yang relatif baru.

Saat ini Trigana Air telah menyiapkan lima pesawatnya untuk menindaklanjuti proses evakuasi jenazah yang telah ditemukan oleh tim gabungan. "Untuk evakuasi dan pengiriman  jenazah, Trigana mengerahkan empat ATR dan satu Boeing," ujar Beni. (Baca: Seluruh Korban Trigana Telah Ditemukan, Total 54 Jasad

Seluruh jenazah akan dibawa ke Oksibil sebelum diterbangkan ke Jayapura untuk diidentifikasi. “Evakuasi (dari lokasi jatuhnya pesawat) dilakukan menggunakan satu helikopter milik Freeport dengan cara hoisting (digantung) menggunakan helikopter, entah ditumpuk atau satu-satu," kata Deputi Bidang Operasi Badan SAR Nasional Mayor Jenderal Heronimus Guru di Kantor Basarnas, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Terkait waktu yang diperlukan untuk evakuasi, menurut Heronimus hal itu tergantung jumlah bahan bakar avtur dan kondisi cuaca. “Saat ini cuaca mulai mendung. Kalau tidak memungkinkan, (evakuasi) akan dihentikan dulu," kata dia.

Tim Basarnas saat ini masih fokus mengevakuasi korban. Untuk itu pagi tadi salah satu pesawat Trigana membawa bantuan logistik ke lokasi.


Sumber : CNN Indonesia

posted under |

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

UNIVERSITAS GUNADARMA

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

UU Nomer 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Menimbang isi tentang UU No. 19 tahun 2002 Bagian Keenam Hak Cipta atas Potret Pasal 19 (1) Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaann...

Followers


Recent Comments